"Hidup Untuk Memberi Sebanyak-banyaknya"

Sabtu, 20 November 2010

"Sayap yang RAPUH"


Itu anganku yang dulu...

Meraih mimpi-mimpiku bersamamu...

Menghabiskan lebih dari setengah umur hidupku mengabdi padamu...

Menambah kuatnya cintaku kepada Sang Khaliq dengan mencintaimu...

Membuka pintu-pintu amal kebaikan  bersamamu...

Mmmhhh Mimpi itu...

Sekarang aku sudah terbangun dari mimpi yang semu itu...

Benarkah hidup berawal dari mimpi???

Seperti mimpi-mimpi yang kau bangun dalam hidupku....

Kau membangun sayap-sayap untukku terbang bersamamu mengejar mimpi-mimpi itu...
Sayap-sayap nan indah, begitu mempesona dan terlihat sangat kuat...

Tapiii sayap itu kini telah rapuh... jarak jauh antara kau dan aku membuat kekuatan sayap itu terkikis...  sudah terlalu lelah terbang melintasi jarak yang jauh atau entahlah karena apa akupun tak mengerti, kepercayaan akan kekuatan sayap itupun telah pudar...

Kemana sayap yang indah itu?, kemana kekuatan sayap itu? Kemana menghilangnya semua pesona itu? Kemana perginya kepercayaan itu? Kemana lenyapnya mimpi-mimpi itu?

Sayap itu telah membuat aku dan kamu jatuh... jatuh sebelum mencapai puncak mimpi-mimpi indah itu, jatuh sebelum meraih kebahagian dan akhirnya hanya menyisakan luka..

Sekarang aku akan membangun kembali sayap-sayap itu walau tanpamu begitupun juga seharusnya...

Dan aku akan terbang dengan sayap yang baru...

Terbang menuju puncak mimpi-mimpiku...

Meraih semua kebahagian itu...

Menggapai hari yang jauh lebih cerah...

Karena ku masih meyakini hidup berawal dari mimpi...

Ini mimpiku...

Ini mimpiki...

Ini mimpiku...

Yakinku.... suatu saat  akan ada mimpi-mimpiku yang Tuhan izinkan terjadi...

Sekarang Kau tawarkan sayap yang baru padaku, mmmhhhh sangat menggoda memang, penampilan baru dan sangat indah, sayap yang patah itu telah kau perbaiki....tapiii tahukah kamu Luka itu belum sembuh? Luka akibat jatuh setelah menggunakan sayap-sayap darimu? Dapatkah sayap-sayap yang kau tawarkan menjanjikan tidak akan membuat aku terjatuh lagi???,
CUKUP!!! dengan tegas kuputuskan takkan ku ambil sayap itu walaupun aku menginginkannya sangat....

Sudah kuputuskan untuk membangun kepingan-kepingan sayapku sendiri...

Sudah kutekadkan dalam hatiku tak akan mengambil sayap dari siapapun sampai tiba waktu indah itu..

Saatnya aku membangun sayapku dan membawa orang-orang yang aku sayang terbang bersamaku...

Sayap yang tidak hanya indah tetapi juga kuat...

Keindahan semu pada sayap yang ditawarkan sudah membuatku jatuh...

terbang dengan sayap yang rapuh tak ubahnya dengan bunuh diri atau menggali lubang kubur sendiri dan aku takkan pernah melakukan hal itu... sekalipun tak akan pernah...

Tak akan pernah lagi aku gunakan Sayap yang Rapuh

AKHWAT Istilah sakral kah????


“AKHWAT”
Hemm sebuah kata yang saat ini sedang naik daun,  sebuah kata yang sedang populer, sebuah kata yang akhirnya jadi sebuah istilah, sebuah kata eksklusif untuk suatu golongan yang akhirnya saat ini menjadi istilah yang menjadi bahan obrolan....

“AKHWAT”??? berbedakah makna kata tersebut dengan perempuan, wanita, atau cewek???
Note ini terinspirasi dari obrolan-obrolan sehari-hari, kata akhwat yang di anggap sakral oleh suatu golongan kini menjadi sebuah bahan ejekan atau becandaan dalam obrolan sehari-hari. Entah siapa yang salah yang mengejek, yang di ejek, atau kata istilah itu memang bukanlah suatu yang harus di sakralkan, karena tak ada salahnya bukan??? jika suatu waktu saya memanggil rekan saya yang notebenenya bukan jilbaber dengan sebutan akhwat, entahlah...???

Pikiran saya saat ini berkecamuk, saya termasuk orang yang sering bercanda dengan istilah itu, sering saling mengejek dengan teman-teman menggunakan kata “akhwat” atau “ukhti fillah”, mungkin sikap saya dan teman-teman itu salah atau orang-orang  yang mencoreng makna kata akhwat yang mereka anggap sakral itu yang salah, sehingga ada kata-kata yang saya dengar “akhwat kok gitu?”, “berjilbab lebar tapi ko pacaran?”, “akhwat ko suka nyindir depan umum”, akhwat ko ini itu dan lain-lainya entahlah, yang terbayang dalam benak saya seakan-akan sebutan akhwat adalah untuk wanita yang sempurna tanpa cela....... disini tak ada yang perlu dipersalahkan. Harus disadari sesuatu terjadi pasti karena ada sebabnya.

Seandainya istilah akhwat di identikan dengan seorang wanita yang berjilbab “rapi” (berjilbab lebar), seandainya kata akhwat di identikan dengan seorang wanita dengan segudang kegiatan dan aktivitas di kampus, seandainya istilah akhwat di identikan dengan seorang wanita yang menjaga hijab dan menyatakan dirinya mencintai seseorang karena Allah. Hemm seandainya tidak pernah dikenal istilah akhwat akan disebut apa wanita yang berjilbab rapi itu, akan disebut apa wanita yang dengan segudang kegiatan manfaat dan tetap menjaga hijab. Sebutan wanita shalehah itu jauh lebih baik. Saya sangat amat setuju, sebagai wanita kita harus menjaga hijab dengan yang bukan muhrim kita (pemahaman akan batasan hijab pasti berbeda-beda, entahlah anda dan saya pun mungkin berbeda?), sebagai wanita kita tidak boleh KuPer harus aktif dan hidup harus bermanfaat untuk semua. Tetapi kenapa harus ada istilah akhwat??? Kenapa dalam pikiran saya kata itu terlalu di anggap sakral oleh suatu golongan yang mulai agak di politisi oleh suatu sistem. Entahlah... masih banyak yang menjadi pertanyaan dalam benak saya saat ini. saya sepakat dengan Gus Dur bhawa hargai sitem tetapi jangan sampai diperbudak oleh sistem, huuuff entahlah

akhwat”... saya mencoba mencari tau berasal dari mana kata ajaib itu yang saat ini menjadi populer, dari salah satu dosen saya dapatkan bahwa kata akhwat berasal dari turunan kata Ukhtun artinya saudara perempuan.
Huuff kalau memang akhwat itu artinya saudara perempuan, kenapa harus jadi suatu istilah yang sakral n menjadi suatu sebutan untuk suatu golongan yang di anggap eksklusif sajah???, bukankah kita sebagai muslimah bersaudara semuanya. Sampai ada buku yang berjudul “Akhwat vs Cewek” yang penulisnya mengatakan istilah akhwat adalah sakral. Entahlah??

Saya dan beberapa teman saya bukanlah seorang wanita yang berjilbab lebar dengan segudang kegiatan di kampuz dan bisa menyatakan mencintai seseorang karena Allah, saya khususnya berjilbab yang mungkin masih bisa dikatakan standar yang penting menutupi dada dengan berdasarkan firman Allah:

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya...” (QS:An-nur:31)

Entahlah saya juga tidak merasa paling benar dengan keadaan saat ini dan  dengan sikap saya dan teman-teman yang terkadang memandang sebelah mata istilah akhwat ini (perlu digaris bawahi istilah akhwat yang dimaksud disini tidak sama dengan istilah muslimah yang shaleh). Tetapi saya juga tidak merasa salah ketika memakai pakaian yang tidak sama dengan mereka yang disebut akhwat. Tidak ada pihak yang ingin saya bela atau saya pojokan disini. Tingkat keshalehan seseorang tidak dapat dilihat dari jilbabnya, itu intinya mah......

Jadi ketika ada yang berjilbab lebar dan dia ternyata masih pacaran atau sikap-sikap apalah yang mencitrakan dia sebagai jilbaber yang g’ sesuai, menurut saya bukan jilbabnya yang salah tetapi sikapnya yang mungkin kurang dapat diterima, huff entahlah... Banyak wanita yang berjilbab tidak terlalu lebar yang saya kenal tapi beliau lebih bisa menjaga hijab dari pada yang memakai jilbab yang lebar, jika istilah akhwat adalah untuk mereka yang dapat menjaga hijab maka dengan sangat setuju rekan saya itu saya panggil akhwat, banyak wanita santun yang saya temui yang tidak menggunakan jilbab lebar, jika kesantunan dan keshalehannya menjadi tolak ukur sebutan akhwat maka dengan tanpa ragu saya akan memanggilnya akhwat, banyak wanita yang tidak berpakaian lebar tetapi dia menggunakan kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif. Entahlahmereka tidak butuh panggilan akhwat atau digolongkan sebagaiakhwat.

Kenapa kadar keimanan selalu di identikan dengan ritual ibadah sajah, salah satu dosen pernah berbicara di kelas, bahwa dalam Al-Quran hubungan sosial itu yang lebih banyak dibandingkan ritual-ritual ibadah. hal ini mengindikasikan bahwa hubungan sosial lebih di tekan kan untuk mengukur kadar keshalehan seseorang. Dengan jujur saya sangat amad membenci orang yang mengaku paling sebagai golongan yang paling benar dan menyalahkan orang lain. Bukahkah Allah lah yang paling mengetahui siapa diantara kita yang paling benar.


“Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya. masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.” (QS:al-Isra’:84)

Intinya jangan mengaku sebagai orang yang paling benar dan dengan gampang menyalahkan orang lain.
Mengutip ayat Al-Quran

“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama Aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah Aku bertawakkal dan Hanya kepada-Nya-lah Aku kembali.” (QS: Hūd:88)

weLcome..... Fly 2gether with Dreamer ^_^

“Bismillah….. Man Jadda Wa jadda !!!”
Mantra ajaib yang mampu membuat saya bertahan hidup jauh dari orang-orang yang saya cintai. Mencari setetes penyejuk dahaga dari ketidaktahuan saya, mencari  sebuah sinar yang mampu menerangi kegelapan dari ketidaktahuan saya.

“Berangkatlah!! Niscaya engkau akan mendapatkan ganti untuk semua engkau tinggalkan. Bersusah payahlah!! Sebab kenikmatan hidup diraih dalam kerja keras. Ketika air mengalir, ia akan menjadi jernih dan ketika berhenti ia akan menjadi keruh.”
(Imam Syafe’i)
Saya tidak mau menjadi air yang keruh, untuk itu saya bertahan, dan sekarang saya mendapatkan ganti dari semua yang saya tinggalkan, saya menemukan orang-orang yang baik hati, yang peduli, yang bisa saya cintai, yaaahh Allah telah mengganti semuaanya.
Semangat ini membuat saya ingin belajar banyak dari siapapun dan apapun itu. Whatever!!! Yang penting dapat menjadi penyejuk dahaga ketidaktahuan saya, dan menjadi sinar kegelapan ketidaktahuan saya.
Dari penulisan blog ini saya belajar dan terus belajar!!! Long Life Education ^_^